Senin, 02 Oktober 2017

PREMANISME? Laporkan, Jangan Takut!

Picture By: Arie Siregar's

Berbicara mengenai Premanisme, pastinya sudah tidak asing lagi di telinga kita. Bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, yang memiliki segudang macam kelemahan, fenomena Premanisme tak ubahnya teror paling menakutkan. Bila dilawan darah bukan tidak mungkin akan menetes dibuatnya. Bahkan nyawa pun bisa melayang. Begitu kira-kira kekhawatiran kita. Kalau sudah begitu, maka pasti banyak dari kita yang takkan berani melaporkan kepada pihak yang berwajib. Dan akhirnya menjadi terus-menerus ditindas oleh aksi-aksi Premanisme.


Premanisme, sebenarnya bukan fenomena yang baru saja populer sejak beberapa bulan atau tahun belakangan ini. Fenomena itu sudah cukup sering dan banyak didengar sejak lama sekali. Mereka (para Preman) yang akrab dengan tindak kriminal dan kekerasan itu sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Seperti misalnya jawara-jawara pribumi yang dibayar Belanda untuk mengintimidasi masyarakat pribumi lain yang dianggap tidak mau tunduk pada Belanda. Intimidasi yang dilakukan para jawara tersebut adalah Premanisme. Tapi sekarang, Premanisme bukan lagi hanya aksi-aksi yang dilakukan orang-orang yang melindungi dan bekerja untuk para kolonialis seperti itu. Mereka sudah tersebar di mana-mana. Memiliki kelas dan cara kerja yang berbeda-beda.



Penyebab utama munculnya fenomena Premanisme hingga saat ini masih disinyalir karena hal yang sama, yaitu akibat terjadinya kesulitan ekonomi, dan tingginya angka pengangguran yang disebabkan oleh dua kemungkinan, yaitu kurangnya lowongan pekerjaan, atau kurangnya kemampuan dan keahlian masyarakat untuk dipekerjakan.

Namun karena besarnya keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan/atau keluarganya, kelompok orang/individu tersebut kemudian melakukan upaya lain dengan pemerasan dalam bentuk penyediaan jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan (http://id.wikipedia.org). Tapi terkadang, Premanisme juga dapat hadir karena faktor lingkungan dan kondisi psikis masyarakat kita. Lingkungan yang keras dan mental yang tidak kuat menolak pengaruh perilaku-perilaku kekerasan di lingkungannya tersebut, sangat mungkin membentuk perilaku/tindakan Premanisme bagi beberapa orang. Apalagi mereka yang usianya mulai menginjak remaja yang menganggap kekerasan adalah kehebatan dan memiliki rasa takut yang rendah pada penindakan aparat hukum, bisa jadi akan menjadi bibit Premanisme baru. 

Saat ini, aksi Premanisme memang tidak semua selalu disertai kejahatan berat. Di tingkatan yang paling kecil atau kelas terendah, Premanisme bekerja dengan kamuflase, seperti menjadi juru parkir liar di jalanan, mengutip uang keamanan kepada pedagang di pasar dan kepada supir-supir angkutan di terminal, memalak masyarakat di tempat-tempat tertentu, dan di banyak lini dan tempat lainnya. Tapi di tingkatan selanjutnya: merampok, mencuri, memeras, menganiaya, atau menjadi suruhan seseorang atau sekelompok orang untuk menganiaya atau mengancam orang lain, adalah bagian dari aksi yang selalu dilakukan. 

Di tingkatan tertinggi, Premanisme mulai merambah ke kalangan masyarakat kelas atas yang notabene didominasi oleh para kaum intelektual. Ini adalah yang seringkali menjadi yang tersulit untuk ditumpas oleh aparat penegak hukum. Sebab seringkali preman yang masuk dalam kelas ini bukan cuma kuat secara kelompok, tetapi juga dikuatkan oleh kekuatan dari luar kelompoknya. Mereka memiliki benteng pertahanan dari orang yang sangat berpengaruh di daerah kekuasaan mereka. Seperti penguasa, atau malah oknum aparat keamanan Negara. Mereka biasanya akan dijadikan alat untuk mempercepat dan mempermudah tujuan pihak yang melindunginya. Dengan cara-cara yang intimidatif tentunya.

Picture By: malangTODAY.net
Seperti contoh, kasus pembunuhan Salim Kancil dan penganiayaan Tosan, yang pernah ramai diberitakan media massa dua tahun silam. Keduanya adalah aktivis lingkungan yang menolak keras penambangan pasir besi di desanya, di Lumajang. Karena dianggap vokal dalam penolakannya, mereka akhirnya menjadi sasaran penganiayaan hingga pembunuhan oleh para pelaku (Preman) yang berjumlah puluhan orang. Dalam persidangan seluruh pelaku akhirnya terbukti bahwa yang menjadi dalang penganiayaan dan pembunuhan tersebut adalah sang kepala desa, Hariyono. (http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/1/5/09/29/nvdeah361-ini-kronologi-pembunuhan-sadis-salim-kancil)


Lalu kasus pembunuhan bos PT. Sanex Steel, Tan Hary Tantono (Ayung). Dengan tersangka pembunuhannya berjumlah delapan orang, yaitu John Kei dan anak buahnya. Nama John Kei terkenal sebagai pebisnis yang bergerak dalam jasa penagihan hutang (Debt Collector). Namun ia juga terkenal dalam dunia Premanisme kelas kakap di Jakarta. Dalam persidangan ia akhirnya terbukti bersalah karena menjadi pelaku intelektual pembunuhan Ayung. Pembunuhan yang ia dan anak buahnya lakukan itu didasari karena Ayung tidak melunasi hutangnya sebanyak 600 juta rupiah kepadanya. Hutang tersebut muncul setelah Ayung pernah meminta bantuannya menagih hutang kepada seseorang yang sampai hari ini masih menjadi misteri. (http://regional.kompas.com/read/2013/07/29/1751489/MA.Perberat.Hukuman.John.Kei.Jadi.16.Tahun)


Kemudian kasus yang juga pernah heboh di semua pemberitaan media massa beberapa tahun lalu: penyerangan Lapas Cebongan, Yogyakarta. Ini adalah salah satu kasus yang menelan korban aparat keamanan Negara. Peristiwa yang terjadi karena adanya perselisihan antara Premanisme dengan aparat keamanan Negara. Pada tahun 2013 lalu lapas Cebongan diserang oleh beberapa anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang ingin membunuh empat orang kelompok preman yang membunuh seorang anggota Kopassus di Hugo’s Cafe, Yogyakarta. Keempat preman tersebut adalah Hendrik Benyamin Angel Sahetapi alias Dicky Ambon, Adrianus Candra Galaja alias Dedi, Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu alias Adi, dan Yohanes Juan Manbait alias Juan. Dicky dan Juan adalah dua orang yang sudah pernah mencicipi dingin dan sesaknya ruang tahanan sebelumnya. Dan Dicky adalah preman yang paling banyak meresahkan masyarakat Yogyakarta saat itu. Ia memiliki catatan kriminal yang cukup banyak. Dari memperkosa hingga membunuh. (http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jawa-barat-nasional/13/08/14/mrizfu-masyarakat-yogya-diuntungkan-pembunuhan-dicky-cs)

Dan rentetan kasus lainnya yang pernah hangat jadi pemberitaan banyak media massa. Dalam banyak rangkuman pemberitaan, tindak pidana yang hampir selalu dilakukan Premanisme adalah: 
  1. Pengeroyokan (Pasal 170 KUHP) 
  2. Pemerkosaan (Pasal 285 KUHP)
  3. Perjudian (Pasal 303 KUHP)
  4. Mengancam dengan Kekerasan (Pasal 336 KUHP)
  5. Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)
  6. Pembunuhan Berencana (Pasal 340 KUHP)
  7. Penganiayaan (Pasal 351 KUHP)
  8. Pencurian (Pasal 362 & 363 KUHP)
  9. Pencurian Dengan Ancaman Kekerasan (Pasal 365 KUHP)
  10. Pemerasan dan Pengancaman (Pasal 368 KUHP)
  11. Merusakkan Barang (Pasal 406 KUHP)
  12. Penadahan (Pasal 480 KUHP)
  13. Mabuk di Muka Umum (Pasal 492 KUHP)
  14. Mengemis di Muka Umum (Pasal 504 KUHP)
  15. Penyedia PSK (Pasal 506 KUHP)
  16. Penyalahgunaan Narkotika (UU No. 35 Tahun 2009)
Meskipun banyak hasil analisa menjelaskan bahwa penyebab munculnya Premanisme karena sulitnya ekonomi dan tidak terciptanya lapangan pekerjaan yang cukup, namun bukan berarti kemudian Negara menjadi bersalah. Sebab tidak ada satu pun aturan di Negara ini yang melegalkan kejahatan sebagai pekerjaan. Tidak ada seorang pun yang boleh membuat orang lain merasa terganggu apalagi tertindas dan ketakutan. Sebagaimana yang diatur dalam UUD tahun 1945, Pasal 28J tentang Hak Asasi Manusia:

  1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegera.
  2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Ketika menemukan atau merasakan sendiri tindakan Premanisme, sebagai warga Negara yang baik dan berhak mendapat perlindungan sudah sepatutnya kita harus mau dan berani melaporkannya kepada pihak yang berwajib. Dalam hal ini adalah Kepolisian. Pelaporan yang kita lakukan adalah salah satu upaya pemberantasan Premanisme di negeri ini. Polisi sebagaimana tugasnya: Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; Menegakkan hukum; dan Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia). Dengan begitu kita berhak mendapatkan keamanan dan kenyamanan di negeri ini, berhak bebas dari tindakan Premanisme. 



Namun begitu, memang, yang seringkali menjadi keluhan kita adalah, “melaporkan perbuatan jahat yang dilakukan orang lain kepada pihak yang berwajib sehingga orang tersebut mendapat hukuman bukanlah hal yang mudah. Melaporkannya saja jelas mudah. Tapi, setelah pelaporan dan orang tersebut diproses, diadili, dan mendapat hukuman, barulah kesulitan akan terasa. Dan kesulitan itu berupa rasa takut. Apalagi orang yang dilaporkan tersebut adalah Preman. Perasaan was-was pasti tak pernah hilang hingga Preman tersebut benar-benar dihukum, dan ia atau kelompoknya tidak berbuat balas”. Begitu kira-kira keluhan kita. 

Preman-preman yang sering dilaporkan masyarakat ke Polisi bisa dipastikan adalah Preman-preman yang melakukan kejahatan yang cukup fatal. Seperti mencuri, merampok, mengancam dengan kekerasan, menganiaya, memperkosa, membunuh, dan yang lainnya. Bukan Preman kelas kecil yang bekerja dengan kamuflase seperti menjadi juru parkir liar, pengutip uang keamanan pasar ke pedagang, dan yang lainnya. Bukan. 

Firasat akan adanya tindakan balasan dari anggota kelompok/keluarga/teman Preman yang dilaporkan, atau tindakan balasan langsung dari Preman yang dilaporkan setelah dibebaskan dari hukuman, seringkali memang menjadi alasan utama banyak orang untuk tidak melaporkan perbuatan jahat Premanisme kepada yang pihak berwajib. Alhasil membiarkannya begitu saja. 

Jika saja kita ketahui, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), yang merupakan sebuah lembaga mandiri, yang dibentuk berdasarkan amanat Undang-undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, adalah yang akan mengambil peran selanjutnya. Yang akan melindungi kita setelah Preman yang kita laporkan diproses, diadili, dan mendapat hukuman. Maka kita seharusnya tidak perlu takut.

Di dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2006 tersebut dijelaskan, bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan LPSK kepada saksi dan korban, yaitu:

  1. Perlindungan Fisik dan Psikis: berupa pengamanan dan pengawalan, penempatan di rumah aman, mendapat identitas baru, bantuan medis dan pemberian kesaksian tanpa hadir langsung di Pengadilan, bantuan rehabilitasi psiko-sosial.
  2. Perlindungan Hukum: berupa keringanan hukuman, dan saksi dan korban serta pelapor tidak dapat dituntut secara hukum.
  3. Pemenuhan Hak Prosedural Saksi: berupa pendampingan, mendapat penerjemah, mendapat informasi mengenai perkembangan kasus, penggantian biaya transportasi, mendapat nasihat hukum, bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan dan lain sebagainya.
Dengan begitu, dengan banyaknya upaya yang dapat kita lakukan untuk tetap melindungi diri kita dari kejahatan, terutama dari tindakan Premanisme, kita sebenarnya tidak perlu takut lagi akan tetap atau semakin mendapat intimidasi. Kejahatan Premanisme selalu berkaitan dengan hukum pidana. Dan di dalam hukum pidana terdapat yang namanya Delik. Yang artinya, perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang; tindak pidana. Dan Delik terdiri dari banyak macam. Salah satunya adalah Delik Aduan (Tindak Pidana Aduan). Di dalam pengertian Delik Aduan dijelaskan bahwa suatu perbuatan dapat dipidana apabila adanya pengaduan dari pihak yang dirugikan/korban. Maka, apabila tidak ada pengaduan berarti tidak ada pemidanaan.



Jadi, apabila kita sebagai korban Premanisme tidak mengadukan kepada pihak yang berwajib maka Preman tersebut tidak akan ditindak. Karena sebagaimana ketentuan Delik tersebut kejahatan akan dianggap tidak ada. Kita tidak bisa hanya mengharapkan upaya represif dari kepolisian dalam memberantas Premanisme. Karena dalam upaya represif yang seringkali hanya bisa dilakukan dengan operasi kejahatan jalanan, preman-preman yang terjaring kebanyakan hanya mereka yang ada di kelas bawah. Bukan yang ada ditingkat paling meresahkan. Yang meneror, mengancam, merusak, mencuri, merampok, menganiaya, dan yang lainnya. Mereka akan terus beraksi.

Keberanian kita akan tetap menjadi kunci utama dalam memberantas Premanisme yang ada di setiap tingkatan. Dan ketakutan kita bisa dipastikan tidak ada lagi bila sudah dilindungi oleh LPSK. Apabila sudah melaporkan aksi Premanisme ke polisi, maka selanjutnya melaporlah ke LPSK. Dan semoga Tuhan pun melindungi kita.



Sumber:

Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 2010. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.

Moeljatno. 2005. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.


Sumber Berita:

0 komentar:

Posting Komentar